Episode : Pertempuran Putih Abu (Ujian Nasional)
Kelas 12 adalah masa-masa tersulit bagi anak SMA, diakhir masa putih
abu-abu ini kita penuh sekali dengan yang nama tekanan, mulai dari tekanan
untuk bisa lulus SMA yang ditentukan dari Ujian Nasional, lalu tekanan untuk
bisa diterima di PTN, sampe-sampe tekanan batin yang terus-terusan menjomblo
dari kelas 10 SMA. Ya bagi para jomblo, ini adalah tekanan dan ujian berat bagi
hidup mereka, 3 tahun sekolah, mereka belum juga bisa mengukir kisah cintanya
di SMA. (Sabar ya mblo, hidup itu memang sulit).
Di tahun kelulusan SMA gue, Ujian Nasional itu masih menjadi patokan
untuk kelulusan. Ya nasib kita sekolah 3 tahun ini akan ditentukan dalam waktu
4 hari dengan ujian yang maha dasyat, maha berat, serta maha kejam yaitu Ujian
Nasional. Dan wajar saja kalau UN ini selalu menjadi momok yang menakutkan, dan
terus-terusan menghantui dipikiran para siswa yang duduk di tahun akhir.
Tapi walaupun begitu Ujian Nasional ini berpengaruh positip sekali
terhadap perilaku religi para siswa. Ya menjelang UN, ketika istirahat bukan
hanya kantin saja yang selalu ramai didatangi para siswa, tapi masjid juga
mendadak menjadi ramai didatangi para siswa kelas 12 untuk melakukan ibadah
sholat dhuha, dan mendadak rajin puasa sunah.
Suasana di kelas gue juga sedikit-dikit mulai berubah, gak kaya
biasanya kalau di kelas gak ada guru, kita biasanya selalu ribut ini itu,
sambil main gitar, main kartu, main PES, nonton film bareng-bareng, sampe yang
mojok berdua pun ada. 2 bulan menjelang UN rutinitas kita itu ketika di kelas
kalau lagi insaf, hilang begitu aja dan berubah manjadi sekolompok anak-anak
yang rajin.
Kebiasaan kita di kelas pun ketika gak ada guru masih tetep
ngumpul-ngumpul bareng, tapi ngumpul kita kali ini bukan untuk bermain kartu
atau nonton film bareng-bareng, apalagi kumpul kebo, melainkan kita mulai sering
malakukan diskusi untuk membahas soal dan memecahkannya bersama-sama, mulai
dari memecahkan soal matematika, sampe memecahkan kaca kelas (untuk yang
memecah kaca ini, itu kita bukan lagi berdiskusi ya, tapi lagi bermain bola di
dalam kelas. Ya kita-kita kumat lagi, setelah gak berhasil memecahkan soal-soal
matematika.)
Enaknya jadi anak IPS itu emang santai sekali, bener-bener santai,
menghadapi ujian praktek aja kita masih tetep santai-santai kaya di pantai,
karena ujian praktek anak IPS itu tak sesusah dan seribet anak IPA. Ya ujian
praktek gue cuma 5 mata pelajaran, yaitu : Bahasa Indonesia,Bahasa Inggris,Seni
Budaya, Agama, dan Penjakes doang. Dibandingkan
dengan anak IPA, untuk menghadapi ujian praktek Kimia, Biologi, dan Fisika,
mereka harus mengerti semua tentang teori-teorinya, belum lagi membuat laporan
hasil analisisnya. Ah pusing deh pala barbie kalau gitu mah.
Bagi kita anak IPS, ujian praktek bukanlah suatu tantangan yang cukup
berat, bagi kita ujian praktek adalah waktu reflesing dan bebas kita seminggu
sebelum UAS (Ujian Akhir Sekolah). Karena selama 1 minggu kita ujian praktek
jadwal kita cuma 2 hari, dan sisa waktu 4 harinya lagi, kita diliburkan dan
dibebaskan dari aktivitas kegiatan sekolah. Dan bagi kita, ini adalah
kebahagian kita diatas penderitaan anak-anak IPA.
Ujian Praktek Bahasa Indonesai ketika itu adalah membuat cerpen bebas
sebanyak 2 lembar kertas folio full, tapi walaupun bebas tema ceritanya tetep
ditentukan oleh guru Bahasa Indonesia. Dan bagi gue ini bukanlah suatu yang
sulit, namun keadaan dan suasana ini malah berbanding terbalik dengan
temen-temen gue, ketika di kelas menghadapi ujian praktek bahasa indonesia,
wajah-wajah mereka malah terlihat seperti penuh dengan tekanan.
Mereka-mereka terhilat kebingungan sampe-sampe keluar keringet dingin,
ingin membawakan alur ceritanya seperti apa dan kaya gimana, bahkan sampe ada
yang frustasi. Tapi itu berbeda dengan gue, gue masih terlihat santai dan duduk
manis di atas kursi, selama 15 menit awal gue langsung menbuat outline cerita gue. Outline ini gue jadikan sebagai alur cerita yang akan gue bawakan
nanti, dan sebagai pondasi-pondasi cerita gue agar lebih terstuktur.
Setelah outline yang gue
buat sudah jadi, barulah saatnya gue mulai menulis dan menggunakan skill mengarang gue, lalu berimajinasi
untuk mengembangkan point-point di
alur cerita yang sudah gue tulis. Selama satu 1 jam lebih gue keasikan terbawa
dengan suasana menulis, sampe-sampe gue gak sadar kalau cerita yang gue tulis
udah hampir 2 lembar kertas folio. Karena masih ada beberapa point-point cerita yang belum gue tulis,
dan cerita yang gue buat masih tergantung. Dan di saat temen-temen gue masih
kebingungan untuk menyelesaikan ceritanya, gue pun memutuskan untuk meminta
kertas folio lagi kepada pengawas ujian untuk melanjutkan cerita gue,
“Misi Pak !” Ucap gue ke pengawas
ujian
“Iya ada apa Fahmi ?” tanya
pengawas ujian ke gue
“Mau minta kertas lagi pak, boleh
?”
“Oh boleh-boleh, kekurangan
kertas Mi ? sok ambil aja, masih banyak nih kertasnya.”
“Iya Pak, kekurangan kertas,
nanggung ceritanya mau dilanjutin lagi.” Gue membalasnya sambil tersenyum dan
mengambil 1 lembar kertas folio.
“Cuma 1 doang ngambilnya, sok 2
lembar juga gak papa.”
“Ah kebanyakan Pak, 1 juga udah
cukup.”
“Yakin nih 1 aja, gak 2 ?”
“Iya Pak yakin 1 aja.”
“Oke deh kalau gitu, deal ya
milih 1, nanti jangan nyesel ya.”
“Oke Pak deal, saya milih 1.” Eh
tar dulu, kenapa gue kaya ikutan kuisnya Uya Kuya gini ‘Super Deal 2 Mber’
Setelah gue maju ke depan meminta
kertas folio lagi, temen-temen sekelas pada kaget ngeliat gue minta kertas
folio lagi dan mereka malah ngeledekin gue,
“Ada yang mau minta kertas folio
lagi gak ? kalau mau, maju aja ambil ke depan.” Ucap pengawas ujian yang
menawarkan kertas folio
“Gak Pak, satu lember aja kita
belum selesai, masih banyak yang kosong kaya gini.”
“Anjir... gaya banget lo, tulisan
lo jelek aja minta nambah kertas lagi.” Ledek temen gue ke gue.
“Udah Mi, lo bikin cerpennya gak
usah panjang-panjang, percuma, tulisan lo jelek, gak bakalan ada yang baca.”
“Iya Mi, lo nulis juga gak ada
gunanya, siapa yang mau nikmatin cerpen lo, yang ada setelah baca cerpen lo, matanya
langsung katarak.”
“Guru Bahasa Indonesia aja juga
malas ngenilai cerpen lo, boro-boro baca cerpennya, ngeliat tulisan lo aja
ogah-ogahan, takut sakit mata.”
Kampret nih temen-temen gue,
seenaknya aja ngeledekin gue, mentang-mentang lo semua tulisanya bagus, gak
sejelek tulisan gue, malah asik ngeledekin gue sepuasnya. Seharusnya lo semua
bersyukur dan berterima kasih ke gue, tulisan lo semua dibilang bagus karena
ada tulisan yang jelek, yaitu tulisan gue. Coba aja kalau tulisan gue juga sama
bagusnya kaya mereka, pasti juga gue bakalan dibilang tulisannya jelek juga.
Kan gue nulis di kertas ‘Jelek’ pasti dibaca jeleklah, bukan dibaca bagus.
Kalau ada yang ngebaca jelek, dibilang bagus, itu bener-bener matanya katarak.
(katarak gara-gara baca tulisan gue yang jelek).
Sekembalinya di kursi gue pun
tidak terlalu banyak menanggapi temen-temen gue, dan kembali melanjutkan cerpen
gue.
“Ah bacot lo, semua !”
Dan setengah jam sebelum waktu
ujian berakhir gue pun sudah selesai menyelesaika cerpen gue sebanyak 2 lembar kertas folio lebih. Gue lihat
temen-temen gue yang lain, mereka masih pada menulis cerpen, nampak
tergesa-gesa ingin segera menyelesaikan cerpennya juga, terlihat wajah-wajah
mereka yang begitu tegang dan penuh dengan tekanan, di 30 menit terakhir cerpen
mereka belum juga rampung sampai 2 lembar kertas folio.
Sambil menunggu waktu, gue membantu
Akri yang berkonsultasi ke gue menentukan ending
ceritanya seperti apa, gue pun memberikan saran ke dia, dan membantu menyelesaikan
ending cerpennya.
Setelah ujian praktek dan UAS
berakhir bukan berarti ketegangan kita hilang begitu aja karena tantangan dan
rintangan berat sudah dilewati. Tapi semua ketegangan ini barulah dimulai, malah rasa ketegangan kita semakin memuncak,
karena tantangan dan rintangan yang besar sebenernya selama di SMA sudah ada di
depan mata.
Sebelum kita berbahagia menjadi
alumni di almamater tercinta, kita harus bisa melewati Ujian Nasional untuk
bisa lulus, dan siap gak siap mau bagaimana manapun juga, kita harus
menghadapinya.
Belajar rajin mati-matian sampe
tengah malam aja, belum cukup menghadapi ketegangan kita pada saat UN nanti,
dan oleh karena itu kita semua anak-anak IPS, berinisiatip melakukan baksos ke
panti asuhan sekaligus minta doa agar kita dilancarkan dan dimudahkan dalam
menghadapi UN serta tes-tes perguruan tinggi, dan semoga saja hasilnya kita
bisa lulus dan mendapatkan yang terbaik.
Tiga hari menjelang UN, pihak
sekolah pun mengadakan istiqosah dan maaf-maafan kepada seluruh teman angkatan
dan guru-guru, agar kita juga dimudahkan dan dilancarkan jalannya, serta bisa
lulus dan mendapatkan yang terbaik. Dan dua hari menjelang UN pun mulai bertebaran
broadcast messege dari BBM yang
berisikan doa bersama satu angkatan SMA 2014, yang mengharapkan agar dimudahkan
dalam menghadapi UN dan angkatan kita tahun 2014 bisa lulus 100%, serta di
akhir pesan pun diharapkan bagi kita untuk mengbroadcast messege ini ke teman-teman kita juga, dengan sifat
solidaritas dan saling mendoakan agar bisa lulus.
Dengan adanya broadcats messege dari BBM gitu, malah
membuat kita semakin tegang untuk menghadapi UN, dan membuat kita malah jadi
rajin ngebroadcats messege, bukannya
belajar. Dan pada akhirnya pun saat hari pelaksanaan UN, kita semua malah
semakin tegang, belum lagi mulai beredarnya kunci-kunci jawaban yang membuat
kita malah bingung (bingung untuk memakainya atau gak) dan semakin
stress (stress karena takut gak bisa, dan ujung-ujungnya malah liat kunci
jawaban).
Tapi untungnya ketika itu kita
udah punya strategi untuk mengantisipasi menghadapi ketegangan kita pada saat
UN dan menghadapi pengawas ujiannya yang terkadang keliatan galak dan
menyeremkan. Ya sebenernya yang menyebabkan kita tegang karena UN itu, satu
karena pengawasnya yang keliatan galak dan menyeramkan, (yang membuat kita
takut untuk menyontek) dan dua karena soal-soalnya yang malah lebih
keliatan menyeramkan dari pengawas ujiannya yang berkumis lebat, berbadan besar
dan hitam. Soal-soal UN ini menyeramkan karena terkadang yang keluar jauh dari
kisi-kisi dan membuat kita gak tau mau jawab apa (yang ujung-ujung sih
ngeliat kunci jawaban lagi #kalaukepepet).
Tapi tenang untuk semua
ketegangan itu kita udah tau cara menghadapinya. Strategi kita adalah ketika
UN, kita sengaja membeli koran dan majalah baru, terus kita sediakan di meja pengawas, lengkap dengan air minum dan
beberapa makanan. Bisa dibilang ini adalah sebuah sogokan kita untuk para
pengawas, tapi bukan itu yang kita maksud. Tujuan kita menyediakan koran dan
majalah adalah sebagai pengalih perhatian mata mereka, agar tidak terlalu ketat
mengawasi kita-kita.
Dan pas banget ketika gue UN,
ketika itu baru saja diselenggarakanya pemilihan legislatif, udah pasti deh di
koran banyak berita-berita tentang pemilihan legislatif kemarin, mulai dari
perkembangan hasil pemilu legislatif kemarin, sampe isu-isu ala politik yang
saling menjatuhkan dan belum tau itu bener atau gaknya.
Moment-moment ini sangat pas
banget bagi kita untuk mencari ketenangan dalam malakukan Ujian Nasional, para
pengawas pasti sangat tertarik dengan berita-berita yang ada di koran, untuk
melihat perkembangan partai yang dia pilih, atau membaca isu-isu politik yang
disuguhkan, dan mereka pun semakin keasikan membaca sambil meminum dan
menyicipi makanan yang kita sediakan.
Dan dengan begitu mata mereka pun
akan lebih fokus membaca koran atau majalah dibandingkan dengan mengawasi kita
ujian. Dan jika sudah kaya gini, suasana dalam ruangan pun menjadi terasa
nyaman dan tentram, kita-kita pun sudah tidak dikelilingi lagi oleh rasa
tegang, dan kini kita bisa mengerjakan soal-soal ujian nasional ini dengan
tenang.
Dalam situasi dalam kaya kini,
terkadang kita pun kalau udah kepepet dan gak tau mau jawab apa, kita malah
liat kunci jawaban. Tapi ketika gue coba liat kunci jawaban yang gue dapet, gue
lihat pola jawabanya ternyata jauh banget dengan jawaban yang gue jawab
sendiri, dan ketika gue lihat jawaban no soal yang gue gak bisa, jawaban yang
ada di kunci jawaban, malah jauh dari analisis perkiraan gue, dan bisa dibilang
kunci jawaban ini malah gak masuk akal dengan soal yang ditanyakan.
Dan mulai saat itu juga gue gak
percaya dengan yang namanya kunci jawaban, dan temen-temen gue juga ketika itu
banyak yang bilang begitu,
“Kunci jawaban macam apa ini,
bikin sesat aja. Jawabannya ngawur.”
“Iya gue juga gak percaya sama
kunci jawaban ini, bukanya kita-kita lulus, eh yang ada kita-kita malah ngulang
lagi ini mah.”
Hari kedua ujian nasional adalah
mata pelajaran Matematika, pagi-pagi masuk ruangan dan pengawas belum
membagikan soal-soalnya aja, suasana ruangan udah mulai mencekam dan terlihat
menyeramkan, muka-muka temen gue udah mulai keliatan tegang dan ketakutan
menghadapi hantu-hantu di soal UN Matematika. Dan sebagian dari mereka pun
masih ada yang sibuk ngafalin rumus-rumus matematika, caranyapun bermacam-macam,
ada yang terus-terus ngucapin berkali-kali sambil memejamkan matanya,
“x12 + x22
= (x1 + x2)2 – 2x1.x2,
x12 + x22
= (x1 + x2)2 – 2x1.x2...”
terus aja kaya gitu sampe tiba-tiba jadi profesor celebrofort.
Ada juga yang saling tanya jawab
sama temennya,
“Rumus jumlah suku ke-n ?”
“Sn= ½ n (2a+ (n-1)
b).”
“Assalamualaikum, dengan siapa
ini ?”
“Mau apa kalian datang kesini ?
Erg...erg...erg...” Lah sih, saking gak kuatnya ngapalin rumus matematika,
tiba-tiba langsung kesurupan aja.
Sampe-sampe ada juga yang dibikin
ekstrak kaya kulit manggis dengan cara diblender terus diminum, biar
rumus-rumusnya langsung hafal diluar kepala.
Dan sebagian laginya pasrah
dengan apa adanya, dan banyak-banyak berdoa semoga aja ketika buka soal dan
lembar jawabannya, udah terisi semua. Atau tiba-tiba ketika lagi ngerjain
ujian, tau-tau dapet wangsit bisikan jawaban dari pengawasnya. Atau tiba-tiba
dengan sangat mendadak menteri pendidikan mengumumkan bahwa untuk Ujian
Nasional mata pelajaran Matematika ditiadakan.
Jam 8 pagi pengawas pun memasuki
ruangan, suasana mulai semakin tegang. Tapi tenang untuk mengalihkan perhatian
pengawas, kita-kita masih menggunakan strategi yang kemarin. Tapi dalam
kenyataannya, strategi kita belum berhasil meredam ketegangan kita, ketegangan
kita kali ini malah samakin terasa. Tapi bukan karena para pengewas gak
berhasil kita alihkan perhatiannya, strategi kita tetep berjalan dengan lancar,
para pengewas tetap fokus membaca koran dan majalah yang kita sediakan.
Melainkan ketegangan kita semakin
terasa karena soal-soal UN yang diberikan oleh pengawas membuat kita
cengap-cengapan kaya ikan yang terdampar di darat, atau malah kaya kakek-kakek
yang kena serangan jantung bersaman dengan struk secara mendadak. Soal-soal
yang diberikan emang bener-bener kampret, sekampretnya, dan susahnya bikin kita
mau melambaikan tangan ke kamera karena udah gak kuat lagi menghadapi hantu UN
mata pelajaran Matematika.
Ulangan harian matematika aja
udah bikin kita-kita pusing kepala barbie tujuh keliling, apalagi di UN, udah
deh bener-bener kalau boleh mah kita nyerah aja lambaikan tangan ke kamera. Mau
tanya ke temen sebelah, soalnya juga udah pasti beda, apalagi dalam satu ruangan
ini ada 20 paket soal, sudah pasti deh kalau gitu mah, setiap anak pasti
soalnya gak bakalan ada yang sama.
Kalau udah mentok dan gak tau mau
jawab apa, skack mat ini mah namanya.
Mau tanya dan minta bantuan ke siapa lagi kalau gini, nanya dan minta bantuan
ke Om jin jarum 86 juga, yang ada kita ditagih dulu “Wani piro ?”. Liat kunci
jawaban juga, ah apaan yang ada juga jawabannya malah menyesatkan, bukannya
kita lulus malah ngulang lagi tahun depan. Udah deh kalau kaya gini mah
jawabnya ngitung kancing aja ini mah, kalau seragamnya gak ada kancingnya ya
terpaksa numpang ke pengsawas buat ngitung kancing.
Di dalam ruangan, gue lihat
temen-temen gue yang lain terlihat mukanya semakin tegang sampe-sempe
mengeluarkan cairan (keringet dingin, ah lo mah ada-ada aja). Dan selama 2 jam
kita-kita berjibaku dengan soal-soal UN matematika yang susahnya bener-bener
bikin gue lemes dan kepala gue keluar asap kaya kompor meleduk. Dan gue juga
gak tau deh, jawaban gue yang pake ngitung kancing itu bener apa kaga.
Selesainya ujian dan pengawas
meninggalkan ruangan, gue lihat muka-muka temen gue semuanya pada lesu,
frustasi, dan pesimis dengan jawaban yang meraka isi tadi. Sampe-sampe dua
temen cewe gue nangis, ngeliat soal-soalnya yang bener-bener susah, dan mereka
cuma bisa jawab gak lebih dari 20 soal.
Malah ada temen gue yang bisa
menjawab soal matematika cuma 1 soal doang, itu juga kata dia, 1 soal itu, tau
bener tau gak. Dan temen gue yang satu ini bener-bener nekad dan keliatan
ngenes banget, dari 40 soal yang ada, dia cuma jawab 1 soal doang, dan sisanya
dia ngebuletin lembar jawaban dengan sesuka hati dia tanpa ngeliat lagi soalnya
apa.
Bukan hanya soal matematika yang
susahnya bikin pusing kepala barbie, di tahunnya gue UN itu, semua soal mata
pelajaran bisa dikatakan sangat susah sekali sampe sekampret-kampretnya susah.
Ya karena kisi-kisi UN yang diumumkan tidak sesuai dengan soal-soal UN yang
diberikan, dan tingkatan kesulitannya juga bukan lagi selevel Ujian Nasional,
melainkan selevel soal-soal olimpiade tingkat internasional.
Menghadapi Ujian Nasional yang
soal-soalnya bener-bener bikin kepala stress dan pecah, selain berusaha dengan
pasrah sesuai kemampuan kita, dan berusaha semaksimal mungkin. Selanjutnya
kita-kita hanya bisa berdoa, dan menyerahkan
semuanya kepada Tuhan Yang Esa.
Bersambung....
Saran : Jika lo merasa tegang dan ragu atas persiapan lo untuk menghadapi Ujian Nasional, cara lo untuk mengatasi semua itu, bukanlah mempercayainya terhadap kunci jawaban yang beredar. Tapi percayalah kepada Allah SWT, akan mempermudahkan lo, dan yakinlah pada kemampuan diri lo sendiri, kalau lo bisa menghadapinya dan mendapatkan hasil yang terbaik.
Anjrot 1 soal dari 40. Habis udah dia.
BalasHapus