Episode : Trip Bandung

Jam 4 pagi kita terbangun setelah mendengar suara alunan lafat-lafat Al-qur’an dari speaker masjid, yang menandakan bentar lagi akan memasuki waktu shubuh. Gue yang bangun pertama kali yang masih diantara mimpi dan kenyataan, langsung menikmati sejuknya kota bandung di pagi hari sambil memandangi jalanan yang masih terlihat sepi.

Satu persatu sahabat gue mulai bangun dan sadar dari mimpi basahnya, Eki yang bangun setelah gue langsung bergegas ke toilet karena ingin kencing. Ketika ingin ke toilet Eki menanyakan ke gue,

“Mi lo liat sendal gue gak ?”

“Gak tau Ki, emang sendal lo di situ gak ada ?” Ucap gue yang masih setengah sadar dari mimpi basah.

“Gak ada Mi, kalau ada juga gue gak bakalan nanya ke lo.”

“Emang lo mau kemana ?”

“Gue mau kencing, udah gak tahan.”

“Ya udah pake sendal gue dulu aja, dari pada nungguin sendal lo, tar malah keluar di sini lagi.”

Eki pun langsung memakai sendal gue dan pergi ke toilet. Dan gue membangunkan kedua sahabat gue yang masih tertidur nyenyak “Bro bangun bro, udah shubuh.” Evan langsung terbangun setelah gue bangunkan, sedangkan Adi masih tertidur nyenyak kaya kebo. Gue udah bangunkan dia sampe tiga kali dengan menggoyang-goyangkan badannya dia masih tetep aja gak sadar.

“Udah Mi, biarin aja Adi mah, tar juga dia bangun sendiri. Eh Eki kemana Mi ?” Ucap Evan yang langsung sadar dari tidurnya.

“Dia lagi ke toilet.”

Ketika gue dan Evan lagi mengobrol merencanakan tujuan kita selanjutnya, tak lama Eki datang. Datang-datang dia langsung menanyakan sendalnya lagi,

“Mi, Sendal gue udah balik belum ?”

“Belum Ki, gak tau deh sendal lo kemana.”

Eki sibuk mondar-mandir di sekitar teras mencari sendalnya. Dan tak lama suara adzan shubuh berkumandang, tapi sendal Eki belum juga ketemu.  Adi yang tertidur nyenyak langsung terbangun setelah mendengar suara adzan. Dan kita pun langsung masuk ke masjid untuk sholat,

“Woy Ki, udah sholat aja dulu, sendal lo paling juga dipinjem sama orang.” Ucap Evan

“Ya Ki, buruan tar keburu komat.” Ucap gue

“Oke bro, tungguin.” Eki langsung menghampiri kita dan masuk ke masjid.

Setelah sholat dan mandi secara bergantian, Jam 6 pagi kita langsung keluar dari masjid dan melanjutkan petualangan kita. Setibanya di teras masjid sendal Eki masih tetep aja gak ada,

“Kampret sendal gue kemana ini, bener ini mah sendal gue dicuri orang.” Ucap Eki yang terlihat kesel

“Udah bro, ikhlasin aja sendal lo, itung-itung shodaqoh di masjid lah.” Ucap Adi yang menenangkan Eki.

“Terus gue gimana nih, masa nyeker jalan-jalannya.” Ucap Eki.

“Udah lo pake sendal gue aja, gue kan bawa sepatu tuh.” Ucap Evan yang meminjamkan sendalnya ke Eki.

“Eh Ki, sendal lo kayanya bukan dipaling deh, tapi dituker sama orang. Ini kenapa sendal jepit biru ada disini, tadi lo naroh sendal di sebelah sendal gue kan ?” Ucap gue, yang (sok) mengidentifikasi kasus hilangnya sendal Eki.

“Iya Mi, tapi ya udahlah gue pake sendal Evan aja, tar gue beli sendal lagi di jalan.”

Menurut gue ini orang yang nuker sendal Eki, kayanya gak tau merk sendal yang bagus deh. Semalam kita itu naruh sendal berjejer, pertama itu sendalnya Adi merk ‘Crocs’, lalu sendalnya Eki merk ‘Carvil’, terus sendal gue merk ‘Bata’, dan sendalnya Evan merk sendal jepit ‘Swallow’.

Ya kalau diliat dari merk, sendal Adilah yang paling mahal dan paling bagus, ini orang kurang jeli banget, kayanya harus butuh banyak pengetahuan merk sendal yang bagus dan mahal itu kaya gimana, biar nyuri atau nuker sendalnya gak tanggung-tanggung, dan menguntungkan. Tapi untungnya juga sih, sendal gue gak jadi korbannya.

Dari masjid kaki kita mulai melangkah lagi dan membawa kita mengelilingi kota Bandung, tujuan kita kali ini adalah ke Gedung Sate, lalu mengunjungi tempat-tempat keramaian seperti di daerah Dago.

Dari masjid kita berjalan menuju gedung sate melewati jalan Asia Afrika, ketika melewati Gedung Merdeka, karena semalam kita gagal mengabadikan moment kita untuk berfoto di depan gedung bersejarah ini, dikarenakan resolusi camera HP yang jelek untuk memotret suasana malam.

Kini kita pun gak mau melewatkan kesempatan ini untuk kedua kalinya, langsung mengambil posisi berfoto dengan ala kadarnya. Maklumlah kita semua bukan model majalah cover playboy, jadi gak tau berpose yang bagus dan keren itu kaya gimana. Yang kita tau cuma gaya berpose di pasphoto untuk rapot atau ijazah doang.

Setelah berfoto di Gedung Merdeka perjalanan kita dilanjutkan lagi, kini kita melewati jalan Braga, jalan yang sangat fenomenal di kota Bandung, yang selalu ramai dikunjungin oleh para wisatawan dari dalam ataupun luar kota.

Ketika di jalan Braga, kita mampir sebentar di salah satu minimarket 24 jam sebut saja ‘Alfamart’, untuk membeli minuman dan membeli sendal Eki. ketika itu kita membeli minuman sebut saja ‘Mizone dan Aqua’, sedangkan Eki membeli sendal jepit yang merknya juga udah gak asing lagi yaitu ‘Swallow’.

Keluar dari ‘Alfamart’ gue menanyakan ke Eki “Eh lo, kenapa belinya sendal jepit swallow, kenapa gak beli yang bagusan dikit kek.”

“Mendingan gue beli sendal swallow aja, ngapain beli yang bagus-bagus, kalau ilang lagi bisa-bisa gue rugi, jalan-jalan ke Bandung cuma beliin sendal doang buat orang.”

“Ah kalau dapet sendal jepit swallow lagi mah, kenapa lo gak pake sendal jepit swallow yang di masjid aja, sama aja kok bagusnya.”

“Lebih enak itu, kalau pake barang kepunyaan sendiri, lebih barokah Mi.”

“Ya udah deh, apa kata lo aja. Eh kita kemana lagi nih jalannya, tar jalan-jalannya aja malah kita nyasar lagi.”

“Nah ada satpam kakek-kakek tuh, lagi nyapu, tanyain aja.” Ucap Evan yang melihat satpam kakek-kakek tak jauh dari Alfamart. Dan kita pun langsung menghampirinya

“Misi Pak, mau nanya, kalau dari sini mau ke Gedung Sate lewat mana ya ?” Adi menanyakan ke Satpam kakek-kakek yang sedang menyapu jalan trotoar.

“Kalian semua mau ke Gedung Sate ?” Ucap satpam kakek-kakek yang suaranya terdengar tegas. Dan kita pun langsung sontak kaget menjawab pertanyaannya dengan sigap,

“Ya, Siap Pak !”

“Oke, sini saya kasih tau.”

Kakek Satpam ini langsung berjongkok di trotoar dan menyuruh kita untuk memperhatikannya dengan jelas, dan kita pun langsung merapat dan mendengarkan penjelasan dari dia. Lalu dia menjelaskan jalan yang harus kita lewati sambil menggambar-gambarkannya di atas trotoar dengan menggunakan telenjuk tangannya. Dan kini kita seperti sekelompok prajurit yang sedang diberi arahan strategi oleh komandan pasukan untuk menyerang markas lawan.

“Kalian semua sekarang bareda di titik ini, jalan Braga. Nah dari sini kalian lurus terus  ngelewatin rel kereta, terus abis itu di sebelah kanan ada gedung Bank Indonesia, tar kalian belok ke kanan lewatin taman balai kota, terus ada pertigaan kalian belok kiri, jalan terus sampai ngelewatin lampu merah, nah tar habis lampu merah sebelah kanan ada BIP (Bandung Indah Plaza), kalian jalan terus sampe perempatan, lalu belok kanan masuk ke jalan RE. Martadinata. Di jalan ini kalian lurus aja terus sampai ketemu berempatan jalan Banda, nah abis itu kalian baru belok ke kiri masuk ke jalan Banda ikutin aja sampai mentok, tar kalian sampe dibelakangnya gedung sate, Kalian Paham ?”

Setelah dijelasin panjang lebar muter-muter, sampai di gambar-gambar, kita-kita malah kebingungan, ngedengerin penjelasan dari kakek satpam ini. Dari sini kalian ke sini, masuk ke situ, belok kanan, belok kiri, maju terus, mundur cantik, ah pusing deh kepala barbie.

Karena kita gak mau ngulangin lagi penjelasannya yang bikin kepala pusing tujuh keliling, kita-kita pun saling berpandangan lalu bilang berpura-pura mengerti,

“Iya Pak, Siap Paham.”

“Jelas Pak, jelas.”

“Bagus kalau gitu, Oke deh sip, hati-hati di jalan ya.” Ucap Kakek satpam, yang nampak terlihat seperti purnawirawan TNI.

“Iya Pak, makasih ya.”

Dan kita pun perpamitan bersama Kakek Satpam ini dengan berjabatan tangan, lalu melanjutkan lagi perjalanan kita menuju Gedung Sate. Dari jalan Braga kaki-kaki kecil kita melangkah, seolah-olah kaki-kaki kita ini mengerti apa yang dijelasin oleh kakek satpam itu, padahal kita yang dengerinnya aja gak ngerti apa yang dijelasin kakek tadi, dan kini kita dibawanya ke tempat tujuan kita.

Setelah menempuh perjalanan ini yang sangat menyedihkan melelahkan (Sambung lagu Berita kepada kawan- Ebiet G Ade). Selama sekitar 45 menit akhirnya kita sampai juga di depan Gedung Sate, berkat navigator feeling dan insting kita (Dibaca : Nanya-nanya ke orang).

Sesampainya di sana dan melihat bangunan Gedung Sate yang ada menara seperti tusuk satenya. Cacing-cacing di perut kita mulai berdemo meminta jatah makan, dan kini kita kelaparan, rasanya kita-kita ingin memakan yang tertancap di atas kantor Gubernur Jawa Barat ini, yang terlihat seperti sate.

Setelah kita tau Gedung Sate ini bukan museum sate, atau tempatnya komunitas tukang sate se-Indonesia, dan jika kita mengunjunginya kita bisa memakan sate secara gratis. Kita pun mencari sarapan pagi di sekitar lapangan gasibu, yang persis berada di depan Gedung Sate.

Dan setelah kenyang memakan kupat tahu, dan cacing-caing di perut kita sudah berhenti malakukan aksi protesnya. Kini kita melanjutkan lagi petualangan kita, menuju tempat-tempat ramai dan menemui mojang-mojang cantik yang ada di kota Bandung. Baru 10 menit kita berjalan dari lapangan gasibu, kini giliran kaki dan dengkul kita yang protes, mereka mogok berjalan karena kecapaen setelah malakukan perjalan panjang dari alun-alun ke Gedung Sate.

Ya mereka juga punya perasaan sama aja kaya perut kita yang lapar, butuh istirahat. Karena kita membutuhkan kaki kita untuk mengelilingi dan berpetualang di kota Bandung, kita memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan menaiki angkot. Dan kita pun menaiki angkot yang tertera ada tulisan Dagonya.

Sekitar 15 menit kita menaiki angkot dan sampai di pemberintian terakhir, kita langsung turun dari angkot, dan kini kita gak tau, sekarang kita ada dimana. Dan nampaknya kita sekarang bukan berada di tempat yang kita maksud, yaitu tempat ramai yang dipenuhi dengan mojang Bandung yang cantik-cantik.

Ya kini kita memang bener berada di tempat ramai, tempat pemberentian angkot-angkot, tapi yang kita liat disini bukan mojang Bandung yang cantik-cantik, yang ada malah para ujang, dan bapak-bapak serta emak-emak.

“Eh kita dimana nih kok keliatannya kaya pasar gini ya, bukannya Mall-Mall.” Ucap gue ke Sahabat gue yang sama juga bingungnya.

“Gak tau nih kita dimana. Ini angkot gimana sih, katanya ke Dago, kok malah nyampenya ke sini ya. Terus kita sekarang gimana nih ?” Ucap Eki.

“Ke daerah Cihampeulas aja yuk, yang udah pasti rame tempatnya.” Ucap Evan memberi usulan ke kita.

“Kita kesananya gimana bro, pake anggot aja kita gak tau, terus malah nyasar begini.” Ucap Eki.

“Ya udah deh, kita ngomprek aja balik lagi ke tempat yang tadi, terus lanjut ke Cihampeulas.” Ucap Adi yang memberikan usulan ke kita.

“Hah ! serius nih kita ngompreng di mobil ?” Ucap gue yang kaget mendengar usulan Adi

“Iya Boy, kita ngompreng aja, dari pada pake angkot, tar malah nyasar lagi, terus malah buang-buang duit, udahlah ngompreng aja.” Ucap Adi yang meyakinkan kita untuk mengompreng mobil.

“Ya udah, bener juga dari pada naik angkot buang-buang duit mendingan ngompreng mobil aja.” Ucap Evan yang setuju dengan Adi.

“Oke deh, kalau gitu siapa yang nyetop mobilnya nih ?” gue menanyakan ke mereka.

“Di, lo aja yang nyetop mobilnya, lo kan pake baju seporter viking tuh, pasti bakalan gampang dapet mobil komprengannya, ini kan di Bandung.” Ucap Eki yang memberi usulan.

“Nah iya bener juga tuh, lo aja Di, yang nyetop mobilnya.” Gue setuju dengan usulan dari Eki.

“Oke deh, iya gue yang nyetop mobilnya.” Adi setuju dengan usulannya.

 Adi pun bersiap dengan aksinya untuk memberentikan mobil, untuk tumpangan kita. sedangkan kita bertiga bersembunyi dulu di warung rokok pinggir jalan. Dan benar saja dugaan Eki, tampa butuh waktu lama dan susah payah, sebuah mobil bak terbuka yang lewat langsung berhenti dan menerima tumpangan Adi.

Adi pun memberikan kode ke kita dengan melambaikan tanggannya, ”Come on, boy !” dan kita pun dari warung rokok langsung berlari ke mobil, dan menaikinya di bagian belakang. Ini adalah baru pertama kalinya gue ngompreng mobil, dan kini kita kaya anak funk yang ingin menonton acara konser musik. Dan selama sekitar 10 menit kita ngompreng di mobil, kita pun turun di lampu merah. Turun dari mobil kita pun gak lupa untuk mengucapkan terima kasih sama supirnya dan temannya yang ada di dalam mobil.

Karena kaki kita masih terasa cape untuk berjalan lagi, dari lampu merah kita pun mencari angkot yang bener-bener ngelawatin jalan Cihampeulas. Sesampenya kita di jalan Cihampeulas kita langsung turun dari angkot setelah dikasih tau oleh supir angkotnya.

Turun dari angkot kita gak langsung menuju ke Ciwalk (Mall yang berada di jalan Cihampeulas), karena kita gak mau masuk ke Mall dengan bawa barang yang begitu banyak kaya orang camping, dan supaya malamnya gak mau tersiksa lagi tidur di masjid atau tempat umum lainnya, sampe-sampe harus kehilangan sendal.

Kita pun mencari tempat penginapan untuk istirahat semalam kita di daerah Cihampeulas, dan setelah berkeliling dan mencari tempat penginapan yang pas dengan kocek kantong kita, akhirnya pilihan kita sampai di sebuah penginapan yang bernama ‘JF Hotel’ , dengan tarif Rp.320.000 per malam.

Setelah masuk kamar hotel, kita-kita pun langsung menyerbu kasur untuk beristirhat,  mengingat semalam tidur kita kurang enak dengan beralasan tekel teras masjid doang, kini akhirnya kita bisa merasakan tidur di kasur kembali. 

Bersambung...

Moment-moment :

Bagpacker amatir yang kesasar, klantang-klantung di kota orang

pose ala kadarnya, (bukan model majalah playboy)

foto ala kadarnya (bukan, foto anak ilang)
foto ala kadarnya, (bukan lagi hadirin acara perkawinan)

 
bukti kalau kita udah pernah ngelewatin jalan braga :D

ngasoy heula di gasibu

foto di monumen perjuangan gasibu

lagi ngompreng mobil bak terbuka, masih sempet-sempetnya grufie

grufie di hotel, keliatan muka-muka pada kecampean kuarng tidur

ini ngapain ya ? di kasur ada yang pake kaos dalamnya doang :D



22 komentar:

  1. Mungkin si Eki harus ikhlas, harus rela, harus tabah karena sendalnya ilang #niru iklan gitu wkwkwkw

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bro, apa yang telah terjadi pada kita, kita ikhlasin dan relain aja.

      Hapus
  2. Mungkin si maling sendal nggak tau merk sendal yang kekinian dan yang paling mahal untuk diambil. Bisa jadi karena malam udah gelap jadi terserah mau ambil yang mana. Lagian sendalnya bagus-bagus sih. Aku aja waktu kemah disuruh bawa sendal jepit doang. Tapi ini bukan kemah ya..

    Gedung merdeka gedung bekas KAA kemarin tuh, katanya sekarang disana tambah bagus. Ok ditunggu ya petualangan mencri mojang-mojangnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener ki, kaya harus ada pelatina workshop untuk para pencuri sendal di masjid nih, bira mereka lebih terlatih, dan dapet hasil yang menguntungkan juga. wkwkwk

      iya tepat waktu pertumuan KTT KAA kemarin, sekarang mah iya gedungnya udah keliatan bagus jalan-jalannya juga udah kaya di luar negeri. rapih.

      Hapus
  3. asik tuh perjalannya. kalo gua sih, yg paling nyenengin dari sebuah perjalanan itu pas kesasar-kesasarnya. ada manis-manisnya gitu kalo diinget-inget lagi. wkwkw...

    foto2nya kalo dikasih keterangan mungkin bakal lebih asik deh vroh

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya bener bro, ketika kita sering kesasar maka kita kan lebih banya tahu daerah lain.

      oh iya bro, gue keburu-kuburu ngepost jadi gak sempet kasih keterang di bawahnya. makasih bro atas sarannya.

      Hapus
  4. Wah seru ya jalan jalan gitu :v sampe sendal kesayangannya ilang di maling orang :vv mungkin malingnya lagi kebelet boker jadi tidak sempat buat milih" sendal yg berkualitas :3

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kali malingnya udah gak tahan mau boker udah sampe ujung, makanya pake sendal sedapetny aja. hahaha

      Hapus
  5. jadi itu satu kamar buat banyak anak gitu ya? boleh?
    yah pake sendal ilang, paling juga lupa naruhnya. pas baca bgian itu aku jadi ngebayangin masa KKN dulu. pada pinjem2an sendal cuma mau ke kamar mandi doang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya satu kamar, tapi gak banyak sampe satu RT juga sih, cuma 4 orang doang. hehehe
      itu beneran ilang mba, si eki udah nyari-nyari muter-muter sampe ke got got tetep aja gk ketemu. hehehe

      Hapus
    2. Nggak apalah, hilang satu tumbuh seribu. :D

      Hapus
    3. hahaha kalau udah tumbuh seribu, tar bisa jadi penjual sandal dong. :d

      Hapus
  6. resiko tidur di masjid ya gitu...
    pasti sendal hilang.

    entah kenapa saya ketawa pas baca cara si satpam nunjukin jalan.

    dan btw, numpang mobilorang tuh enakloh
    dulu saya juga gitu tapi nggak lagi sekarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya itung-itung shodaqoh kita di masjidlah . hehehe

      bener bro, numpang mobil orang itu bener enak sekali, kerena gratis, dan bener-bener panas sekali, karena naiknya di luar. :d

      Hapus
  7. seru tuh bro, ada maling? hahahaha...
    gue sering sih ke bandung kalau ada acara sekolah gitu. kalau buat jalan2 iseng sama temen sih jarang. entah kenapa gue lebih menikmati pergi ke kota2 seperti wonosobo gitu daripada ke bandung dan kota besar lainnya,

    BalasHapus
    Balasan
    1. gue belum pernah tuh jalan-jalan ke wonosobo, paling jauh gue jalan-jalan ke yogja doang, di wonosobo katanya banyak wisata alamnya ?

      Hapus
  8. Nasib sendalnya si adi masih menjadi misteri sampe sekarang :v
    asik tuh bagpacker, trip ke kota orang tanpa harus pake fasilitas yang mewah-mewah, gue jadi pengen ngetrip nih.. tapi ke bandung jauh -_-
    ditunggu dah lanjutan ceritanya, brow! :v

    BalasHapus
    Balasan
    1. entah deh gue juga gak tau, itu sendal kemana dan siapa yang ngambil.
      trip menjadi backpacket itu emang seru banget, gak usah jauh-jauh ke bandung dulu, di kota-kota tempat deket lo dulu aja.

      Hapus
  9. Ini kemunduran bagi para maling sandal. Mereka enggak bisa bedain jenis sandal yang bagus dan enggak. Sebagai mantan maling sandal aku kecewa banget dengan skill maling sandal yang ada di sana, payah.

    Perjalanan para mantan anak pramuka nih. Keren banget kalian bisa kesasar. Untungnya kalian punya mental numpang. Dan akhirnya numpang ke salah satu mobil. Untung aja Adi pake baju Viking ya, coba kalo pake baju Arema. Kayaknya lebih seru lagi :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha bener nco, kaya lo harus ngadain workshop dan jadi motivator mereka untuk mengasah skill dalam malakukan aski pencurian sandal. :d

      iya kalau jalan-jalan di kota orang mah, kita emang gak punya malu, kan ada yang kenal sama kita ini. hehehe waduh kalau pake baju arema atau the jack, udah deh beraba kita semua, bisa langsung wassalam.

      Hapus
  10. Trik yang bagus. Kalo mau numpang memang harus menggunakan atribut daerah tersebut :D

    Keknya itu bukan maling deh, karena kalo maling ya gak begitu begonya soal merk. Keknya itu sendalnya sama dari segi warna dan model jadi ketuker. Gue juga pernah ketuker, udah pada pulang semua orang trus tinggal sepasang sendal yang mirip dengan milik gue tapi jelek yang tertinggal. Berarti itu tertukar. Sendal yang tertukar.

    Gpp lontang lantung di kota orang, selama lo punya teman yang mau diajak bersama, itu udah cukup. Eh tapi, gue mau koreksi kayaknya Backpacker deh bukan Bagpacker. Karena kalo bagpacker itu orang-orang yang mengepak tas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha Adi mah emang sepoter sejatinya persib.

      mungkin itu maling masih amatir masih dalam praktek kerja lapangan. :d

      lontang lantung sama temen, itu emang kerasa banget serunya, bisa semakin kompak. oh iya gue lupa, hehehe makasih ya atas koreksinya. hehehe

      Hapus