Episode : Last Mission (Widegame)

Pagi hari langit begitu cerah, cahaya mata matahari yang menyinari bumi memberikan rasa semangat bagi kita untuk melakukan aktivitas di hari ini. Dan hari ini kita akan melakukan widegame, jam 6 pagi setelah semua persiapan dan panitia telah siap, sebagian dari mereka yang berjaga di pos, meluncur duluan ke area widegame dipandu oleh Eki dan Agis.

Tepat jam 7 pagi, satu persatu kloter diberangkatkan menuju area widegame, mereka akan melewati lima pos, yaitu pos : pos kreativitas, pos kecerdasan, pos kekompakan, pos militer, dan pos sesepuh. Gue dan beberapa anak kelas 12 yang lain, yang sekarang telah menjadi senior akan ditempatkan di pos paling berbahaya dan mematikan ini (Halah), yaitu adalah pos sesepuh. Pos yang hanya boleh diisi oleh pejabat negara teras dan pengurus dari tiap-tiap ekskul. Di pos ini mereka akan menghadapi kakak-kakak seniornya yang sok galak, sok bener, sok keren dan sok ganteng.

Tahun kemarin gue jadi panitia belum boleh mengisi pos ini, dan kini sekarang selama gue tiga tahun mengikuti camping ini, akhirnya pencapaian gue untuk mengisi pos ini bisa terwujud juga, dan gue sekarang akan merasakan dan mengambil alih kejahanaman pos ini. (ketawa jahat).

Jam 8 pagi gue, Eki, dan Budi melakukan patroli keliling area widegame, untuk memastikan kelancaran widegame dan memastikan juga tidak ada kloter yang tersesat. Setelah selesai patroli gue dan Eki langsung stand by di pos sesepuh untuk ikut mengisi kejahanaman (dibaca kegiatan) di pos ini, dan gue serahkan patroli widegame ke Adi dan Budi.

Sesampainya di pos neraka ini, yang bertempat di sungai yang di kelilingi dengan bukit dan terasering persawahan, gue melihat Fahri, Evan, Yara, Uci, dan Ayu, sedang menikmati kepuasan mereka dengan mengevaluasi para perserta kloter, suara-suara mereka yang nyaring dan keras terdengar seperti para penjaga neraka.

“MAU APA KALIAN SEMUA KE SINI ?” teriak Fahmi yang sok galak di depan anak kelas X.

“WOY JAWAB... KALIAN ANGGAP KAMI INI TEMBOK.” Evan yang berada di belakang peserta, ikutan berteriak.

“Baris itu yang bener, pandangannya ke depan. BUKAN MENUNDUK KE BAWAH.” Uci ikut-ikutan teriak di depan mereka.

“Liatin apa sih kalain ke bawah terus tuh, ada uang ? WOY... KITA SEMUA ADA DI DEPAN, BUKAN DI BAWAH.” Fahri berteriak, tambah kesal dengan sikap mereka yang selalu menunduk.

“WOY JAWAB WOY, JAWAB..., kalian punya mulut kan.” Yara dengan sadis menyipratkan air sungai ke mereka, dan berteriak di depan mereka.

Gue dan Eki yang baru datang di pos sesepuh langsung menghampiri mereka,

“Ada apa ini ?” gue tanya ke teman-teman gue.

“Tau tuh, dari tadi ditanyain diem aja. Udah Mi, kasih konsekuensi aja. Kita-kita juga udah malas ngeladenin mereka.” Ucap Uci yang terlihat jutek.

Eki tiba-tiba teriak di depan meraka “WOY KALIAN ANGGAP PANITIA INI APA, ditanyain gak ada yang jawab, KALIAN PUNYA MULUT KAN ? apa mau, mulut kalian saya lakbat.”

“Hayo loh, dimarahin sama ketua TTCT. Kalian sih ditanyain pada diem aja.” Ayu menakut-nakuti ke peserta.

Gue tanya ke peserta “Kalian ke sini mau ngapain ?”

Gue nanya dengan nada sedang, mereka tetap aja gak jawab pertanyaan gue. Gue juga gak tau mereka ini lagi ngadain aksi mogok bicara atau apa, setiap kali pertanyaan dari kita gak pernah di jawab. Eki yang mulai tambah kesal dengan aksi mereka, dia langsung teriak,

“Kalian semua, ambil posisi push up sekarang, CEPAT ! Gak ada gunanya juga, kalian di sini.”

Eki menyuruh peserta untuk push up di sungai. “Hitungan ada di saya, kalian push up 20 kali.” Eki memberi aba-aba untuk push up. Karena gak ada yang jawab dan menghargai keberadaan panitia, mereka akhirnya diberi konsekuensi oleh Eki.

Lima menit kemudian setelah kloter 3 selesai melewati pos sesepuh, kloter 4 selanjutnya datang memasuki pos kita.

Mereka berbaris dengan rapih di sungai, dan sebelum mereka melakukan laporan. Fahri bilang ke mereka.

“Kita-kita disini gak mau ya, ngeliat kalian ditanyain diem lagi kaya kloter 3 tadi, kita-kita di sini orang, bukan tembok.”

Ketua kloter melakukan laporan ke Eki dengan tegas “Lapor, kami dari kloter 4, terdiri dari sangga 4,17 putra, dan sangga, 7,14, 26 putri. Siap melaksanakan perintah dari pos 5.”

“Laporan saya terima, kembali ke tempat.” Ucap Eki yang menerima laporan.

Setelah ketua kloter kembali lagi ke barisannya, Evan yang berada di belakang mereka langsung bertanya “Oke, sekarang kalian mau apa di sini ?”

“Kita di sini mau minta tanda tangan dari pos 5, kak.” Ucap seorang cowo dengan polosnya.

“Tanda tangan ? buat apa kalian minta tanda tangan kita, emang kita-kita ini artis.” Ucap Yara.

“kita minta tanda tangan dari kakak-kakak, biar bisa dilantik kak.” Ucap seorang cowo lagi.

“Enak banget kalian, tinggal minta tanda tangan doang, terus bisa dilantik. Saya gak akan kasih tanda tangan ke kalian.” Ucap Fahri.

“Kalian semua ingin dilantik ?” Tanya gue

“Iya siap kak.” Mereka menjawab dengan kompak.

“Enak aja kalian mau dilantik. MO3P kemarin aja, masih banyak yang bolos dan kabur-kaburan.” Sindir Evan ke para peserta yang banyak mangkir pada saat acara MO3P (Masa Orentasi Pramuka,PMR, dan Paskibra)

“Gak semudah itu kalian untuk bisa dilantik, banyak proses yang harus kalian lalui, bukan hanya sekedar dapet tanda tangan dari panitia doang, terus kalian bisa dilantik. Yang waktu MO3P kemarin, banyak bolosnya atau gak pernah ikut sama sekali, ngaceng ngacung ?” Ucap gue ke mereka.

“Jujur aja gak usah bohong, kita semua punya data rekap absen kalian selama MO3P.” Evan menekan para peserta.

Satu persatu anak mulai ngacung, dan saat itu ada 10 orang peserta dari kloter 4 yang  bolos bahkan gak ikut sama sekali ketika acara MO3P, yang diselenggarakan 2 kali pertemuan dalam seminggu selama 3 minggu. Mereka semua dipisahkan barisannya dengan peserta lain. Gue,Eki, dan Evan menangani para peserta ini.

“Kalian kesini mau ngapain ? buat apa kalian ikut camping, MO3P aja sering bolos-bolosan, pake mau ikutan-ikutan dilantik segala.” Ucap Evan yang terlihat kesal.

“Udah sana, kalian pulang aja, GAK ADA GUNANYA KALIAN DI SINI.” Eki teriak di depan mereka.

Gue menyebutkan beberapa anak yang gak pernah ikut MO3P sama sekali “Andre,Ijal,Lukman,Hari. Kalian semua kemana aja, gak pernah ikut acara MO3P ?”

Mereka diam, gak jawab pertanyaan gue. Eki mulai kesel dan teriak ke mereka “WOY, JAWAB, KALIAN PUNYA MULUTKAN. Kemana aja kalian selama M03P gak pernah ikut ?”

Mereka tetap diam, dan menundukan kepalanya. Gue bilang ke mereka “Teman-teman kalian selama 3 minggu relain panas-panas ngikutin acara MO3P, kecapean. Sementara kalian apa ? gak ada kabar, malah enak-enakan di rumah bisa tidur santai. Sekarang giliran acara camping, pada datang, maunya ikutan kaya temen kalian bisa dilantik juga. Perjuangan kalian apa ? Cuma sekedar camping doang, terus bisa dilantik. Enak banget kalian.”

“Mau ngapain lagi kalian di sini ? udah sana kalian pulang aja, gak ada acara palantikan buat kalian. Kita gak butuh kalian di sini. Kalian juga gak pernah menghargai panitia, yang udah cape-capenya bikin acara ini buat kalian, kalian juga gak hormatin temen-teman kalian, yang rela panas-panasan ikut acara MO3P, ngingetin dan bujuk kalian biar datang. Tapi apa kalian malah kabur seenaknya, bahkan sampe bikin surat izin palsu.” Ucap Evan ke mereka.

“Udah sana kalian pulang aja, saya udah malas ngeliat muka kalian di sini. Keberadaan kalian juga percuma aja, gak dianggap sama kita-kita.” Eki tampak kesal dengan mereka-mereka.

Ketika kita belum selesai mengevaluasi mereka, Fahri mengingatkan gue

“Mi, Waktu Mi, udah habis waktunya buat kloter 4.”

Gue langsung mengakhiri evalusi dengan memberikan konsekuensi kepada mereka “Oke kalau gitu. Sekarang kalian semua, ambil posisi push up. Cepet gak pake lama, hitungan ada di saya.” Dan gue memberikan konsekuensi push up di sungai sebanyak 60 kali.

Dan Akhirnya tepat jam 12 siang, acara widegame telah selesai, semua kloter yang telah melewati pos sesepuh ini bisa tersenyum lebar, dan mereka bisa lolos dan kembali bebas dari siksaan para kakak-kakak senior yang baik hati tapi sok galak ini.

Widegame kali ini sesuai dengan rencana, ya target kita di widegame kali ini itu selesai jam 12 siang, dan inilah kali pertama dalam sejarah camping tahunan ini, acara widegame bisa selesai sesuai dangen rencana yang telah ditentukan, dan acara bisa berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan atau kloter tersesat.

Ketika para panitia lagi bersantai-santai di pinggir sungai dan mau kembali lagi ke Buper, tiba-tiba kita dikejutkan dengan pingsannya salah satu cewe dari kloter terakhir. Dia tiba-tiba pingsan begitu aja, ketika mau manaiki terasing persawahan, teman-temannya langsung panik,

“Kak ada yang pingsan kak !”

“Kak tolong kak, Ajeng pingsan.”

Kita yang lagi asik selonjoran di pohon sambil menikmati sejuknya udara persawahan, langsung kaget dan panik.

“Hah pingsan ?”

“kenapa tuh anak bisa pingsan segala.”

Para panitia langsung menghampiri kloter terakhir, dan menanyakan mereka.

“Pingsan kenapa ini dek ?” Yara tanya ke mereka,

“Gak tau kak, tiba-tiba Ajeng pingsan begitu aja.” Ucap teman cewenya.

“Kayanya dia kecapean kali, kak.” Ucap teman cewenya satu lagi.

“Eh, PMR mana PMR tolong cekin nih.” Ayu mulai panik nyari-nyari anak PMR.

Dita dan Yanti anak PMR kelas 12 yang masih berada di situ, langsung segera mengecek kondisi Ajeng dan menyadarkannya. Dan setelah di cek dan disadarkan oleh mereka berdua, si Ajeng sadar tapi tetep gak bisa bangun. Yanti menyuruh kita untuk menandu Ajeng ke Buper,

“Ada tandu gak ? tandu.”

“Ri, ri, panggilin tim sepur suruh bawa tandu ke sini.” Gue menyuruh Fahri menelepon tim sepur (Sebelas Panitia Tempur)

5 menit kemudian Genta, Budi, dan Imam datang membawakan tandu. Dan kita Tim Sepur : Gue, Eki, Evan, Fahri, Genta, Budi, dan Imam, langsung bergotong royong menandu Ajeng menaiki terasering persawahan dan membawanya ke posko kesehatan.

Ajeng yang kita tandu ini orangnya gendut, kalau dikira-kira mah beratnya sekitar 78 kg. Udah gitu trek yang harus kita lalui lagi, jalannya menanjak dengan kemiringan sekitar 450, dan jalan setepak kanan kiri lumpur sawah. Sedikit aja kita terguling, Ajeng yang kita tandu pun bakalan ikut nyemplung juga di lumpur.

Setelah Ajeng sudah kita pindahkan ke tandu dengan posisi tidur, kita tujuh orang tim sepur siap untuk mengangkat ajeng  naik ke atas. Budi memberi aba-aba ke kita untuk mengangkat tandu,

“1, 2, 3,.... 1,2,3... “

Setelah kita sudah dalam posisi berdiri, dan siap untuk jalan. Si Yanti bilang ke kita

“Eh... eh.. entar dulu, gimana sih kalian, masa posisi kepala Ajeng di belakang, udah jalannya naik lagi. kasihan, tar malah tampah pusing. Puter-puter posisinya”

“Iya juga sih. Tapi, ini muternya gimana nih, tanggung banget, kanan kiri lumpur semua lagi.” ucap Fahri.

“Lo gak kasihan sama yang sakit ? udah pokoknya, posisinya harus di puter.” Dita menambahkan.

“Oke-oke, posisinya kita puter. Boy, puter posisi boy.” Gue ngasih intruksi ke mereka.

“Kak lumpur kak, tar sepatunya kotor gimana ?” Genta bilang ke gue

“Udah injek aja lumpurnya, sama lumpur aja takut.” Eki bilang ke Genta.

Dan kita bertujuh pun memuter posisi tandu, agar kepala Ajeng berada di depan. Dan kita relakan sepatu kita kotor  menginjek lumpur. 

“Wah ambles nih, kaki gue udah sebetis aja.” Ucap Evan.

“Van awas Van, jangan sampe jatuh.” Yara panik melihat posisi tandu yang miring ke kanan karena kaki Evan ambles ke lumpur.

“Van kaki lo cepetan ngelakah lagi, tar keburu gelimpang duluan” Ucap Eki.

Evan mulai melangkahkan kakinya lagi, kini posisi tendu sudah mulai seimbang lagi, dan posisi kepala ajeng hampir berada di depan. Ketika kita mau melangkah maju, tiba-tiba Budi teriak

“Yah sendal gue, kak !”

“kenapa emang sendal lo ?” tanya gue

“Putus kak, ambles di lumpur.”

Budi tiba-tiba melepaskan pegangan tandunya, dan berusaha mengambil sendalnya yang tertanam di lumpur. Fahri teriak ke Budi, yang merasa keberatan setelah Budi melespakan tandunya,

“Eh kampret gue keberatan nih, mau kemana lo ?”

“Mau ngambil sendal kak.”

“Yaelah tar aja kali ngambil sandalnya, urusin dulu aja yang ini, sendal udah putus aja, masih lo ambil.”

“Masa gue nyeker kak.”

“Gak peduli, lo mau nyeker apa gak, yang penting gue gak keberatan lagi. Cepetan lo balik lagi ke sini.”

Budi langsung kembali lagi menggotong tandu, dan kita perlahan-lahan berjalan menaiki terasering sawah. Ketika baru setengah jalan, dan pada saat belok, tiba-tiba si Fahri kehilangan keseimbangannya dan dia terjatuh ke sawah.

“Yah...yah...ya...” teriak pasrah Fahri.

Anak cewe pada panik ngeliat tandu yang miring, hampir jatuh “Eh-eh, awas jatuh itu.”

Dan kini posisi tandu kembali miring ke kanan, gue langsung menyuruh Budi dan Imam. “Bud, lo tahan Bud, jangan sampe ikutan jatuh juga. Mam, lo geser ke kanan dikit, biar seimbang.”

“Iya kak udah gue tahan, tapi berat banget ini, Mam cepet lo bantuin gue.” ucap Budi.

“Oke, bentar tangan gue ke jepit nih.” Ucap Imam

“Ri cepetan ri, lo bangun lagi, jangan kelamaan di lumpur.” Teriak Eki

Fahri langsung segera bangun lagi dan menggotong tandu. Dan kita kembali lagi melanjutkan menandu Ajeng ke Buper dengan posisi yang terkadang miring ke kiri dan ke kanan. Ketika hampir sampai tinggal melewati pijakan yang tingginya sekitar 80 cm, Evan bilang ke gue

“Mi, Mi lo pindah ke depan, bantuin gue sama Genta ngangkat ke atas, Mam lo tukeran sama kak Fahmi dulu.”

Gue dan Imam langsung tukuran posisi, kini gue, Evan, dan Genta mengangkat tandu lalu menariknya dari depan untuk bisa menaiki pijakan ini, dan Fahri, Eki, Budi, dan Imam, menahan di belakang dan mengangkatnya ke atas kepala mereka, agar posisi tandu sejajar. Ketika kita lagi menariknya ke depan, Evan tiba-tiba teriak.

“Ah..., Mi angkat dulu mi, tangan gue kejepit nih.”

Gue dan genta berusaha mengangkat tandu ke atas,dan Evan langsung segera meloloskan tanganya dari jepitan tandu. Dan kita bertiga kembali lagi melanjutkan menarik tandu ke dapan sampai benar-benat posisi tandu sudah melewati pijakan.

Setelah tandu berhasil melewati pijakan, kita kembali lagi menandu ajeng ke Buper, dan akhirnya selama sekitar 10 menit, dengan penuh perjuangan dan pengorbanan kita berhasil menaiki terasering. Dan kita langsung segera membawa Ajeng ke posko kesehatan.

Setelah Ajeng sudah kita antar ke pos kesehatan dan diurus oleh anak-anak PMR, gue dan beberapa panetia yang lain langsung pergi ke masjid untuk mandi dan sholat dzuhur. Selesai sholat gue, Eki, Nendra, dan Budi tidur di teras masjid sambil menunggu acara selanjutnya lagi.

Bersambung...



Memorian


 








36 komentar:

  1. Kegiatan kayak gini bagus buat ngelatih mental. Tapi asal yang jadi pembina bener-bener kompeten. Soalnya takut ada apa-apa.

    BalasHapus
  2. Ya gini nih yang aku sebelin dari acara kemah, kemping, MOS dan sejenisnya panitianya jahat apa lagi pura-pura jahat. Nggak tau deh apa faedahnya bentak-bentak gitu, kalau salah ya gak apa. Mungkin yg diam aja itu takut apa gimana gitu.

    Aku baca episod yg ke 60 kalo gak salah seminggu dua minggu yang lalu deh, kemana aja bang?

    BalasHapus
    Balasan
    1. panitia sebener gak jahat kok, itu cuma pura-pura jahat dan galak aja biar keliatan keren :d

      iya ki gue, abis mengriview matero-materi sma lagi buat persiapan tes masuk kuliah.

      Hapus
  3. waduh ikutan acara begituan udah langsung sesak nafas kalo saya...
    suka sama suasana alam bebas tp ga bisa ikutan kegiatan kaya gtu...
    soalnya alergi dingin, kalo kena dingin n kecapekan paru2nya menyempit

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya udah cari aktivitas yang baik untuk kesehatan lo aja. :)

      Hapus
  4. waduh.. aku jadi keinget pas diklat PMR masa SMP dulu. Ya dibentak-bentak gitu deh. Akunya nangis. hahaha... Mana malem. Dingin, capek, emosi, takut, jadi satu. Tapi emang sih, pengalamannya dapet banget.
    By the way... itu panitianya jadi namba kerjaan ya. Hehehe.. gotong temen yg lagi pingsan berat 78kg. hehe... artinya panitia masih tanggung jawab dan konsekuen dengan apa yang dibina. Good!

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya emang tuh anak bikin kerjaan panitia aja, hahaha tapi emang sih apapun yang terjadi kepada peserta di dalam acara ini, adalah udah jadi tanggung jawab kita.

      Hapus
  5. penyiksaan yang sebenernya merupakan pelatihan kekuatan fisik dan mental. salu lah sama acara beginian. enak yak, jadi senior. bisa galak-galakin anak kelas 10. pasti gara2 dendam tuh waktu kelas 10 pernah digalakin senior juga... :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. ada enak, ada gaknya juga sih jadi senior, tanggung jawabnya lebih besar lagi. kalau dendam mah pasti ada, tapi gue mag gak menaruh dendam ke peserta buat jadi pelampiasan.

      Hapus
  6. widih enak banget dah jadi senior, bisa muas"in diri ngerjain adik-adik juniornya. orang Indonesia harus gitu, harus dapat latihan mental dan fisik, biar mentalnya nggak lembek. baru ikut begituan aja udah pingsan, yang begitu an tu yang nyeremin, apalagi beratnya aaah sudahlah wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya juga sih ada benernya juga, kita harus butuh bimbingan mental dan fisik, bair kita gak terlalu lembek, dan gampang sekali mengeluh. tapi terkadang orang yang diajak berubah ke revolusi mental, malah gak mau.

      Hapus
  7. Hoho.. camping :3 gue suka camping asalkan gak ada kegiatan nya kaya pramuka, PMR ato apalah.. ya camping aja gitu.. tidur di hutan atau lebih seru hiking :v tpi gue sendiri belum pernah hiking wkakakak :v

    BalasHapus
    Balasan
    1. ikut pramuka aja tar juga bakalan banyak camping dan hiking kok. hehehe

      Hapus
  8. Wuiiiiiiih, garang juga yak. Bagus sih acara kayak gini, tapi jangan terlalu berlebihan bentak-bentaknya. Gue takutnya, bukan jadi bagus tuh mental, malah makin drop dan nggak mau lagi ikutan acara kek beginian. Saran gue aja sih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. tenang-tenang disini bukan arena gladiator untuk acara pembantaian kok. hehehe

      Hapus
  9. wah, itu perjuangannya berat banget, bawa orang sambil jalan di daerah sawah.

    untung orangnya nggak jatuh juga.


    itu jangan sering marah-marah seniornya, ntar junior dendam malah ngelampiasin ke juniar lagi saat mereka jadi senior

    BalasHapus
    Balasan
    1. waduh kalau si Ajeng sampe jatuh nungsep ke sawah juga, udah deh kita-kita langsung kabur aja ninggalin dia, abis berat banget sih. hahaha

      Hapus
  10. aku juga pernah jadi senior galak di paskibra, tapi katanya gak cocok soalnya aku terlalu unyu wkwkwk

    sebenernya praktek kaya gini tuh hak masalah, orang yang bermasalah dengan hal ini tuh cuman seuprit hhe

    kalau mental sama fisiknya kuat, di gembeleng gini gak terlalu ngaruh sama hidupny, sayangnya anak jaman sekarang mah gak bisa di kasarin sih, maenanya KPA hha

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya jaman sekarang mah udah berubah, bukan hanya mental dna fisik aja, untuk menjadi ke arah yang lebih baik, tapi harus ada niatan dari diri kitanya sendiri.

      Hapus
  11. aku juga pernah jadi senior galak di paskibra, tapi katanya gak cocok soalnya aku terlalu unyu wkwkwk

    sebenernya praktek kaya gini tuh hak masalah, orang yang bermasalah dengan hal ini tuh cuman seuprit hhe

    kalau mental sama fisiknya kuat, di gembeleng gini gak terlalu ngaruh sama hidupny, sayangnya anak jaman sekarang mah gak bisa di kasarin sih, maenanya KPA hha

    BalasHapus
  12. Aku juga sering ditindas kalau lewat tes sesepuh. rasanya pengen aku ludahin tuh senior tiap kali bnetak.
    tapi, aku type anak didik yang ngeyel gak pernah taku dibentak malah cengengesan.

    tapi, pas aku udh jadi senior rasa balas dendam mau bentak2 lama-lama hilang karena kau tau gak ada gunanya bentak-bentak anak orang kalau ditanya baik-baik mereka bisa jawab

    BalasHapus
    Balasan
    1. bentak-bentak itu emang gak ada gunanya, itu cuma ngetes jantung mereka baik atau gak, sekali gus terapi jantung. hehehe

      Hapus
  13. kejam sekali kakak-kakak panitianya, kenapa lu nggak ikut kejam juga? Tapi kejam sih hukuman lu, enam puluh kali push up bayangin? Itu pingsan ditandu kayaknya ribet banget, emang dilumpur kan susah bergerak, harusnya lewat jalan yang lain, tapi keren pengalamannya, sangat menarik untuk dibaca :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. gue mah spesialit yang nasehatin aja, hehehe gue ngasih hukuman 60 kali push up itu biar adil sama kaya paserta yang lain, sama-sama ngerasin cape, untuk bisa dilantik. gak ada jalan lain, satu-satuny jalan untuk kembali ke buper ya ngelewatin terasering persawahan itu.

      Hapus
  14. Mantep banget lu mi. Kalau dulu lu cuma jadi bahan bullyan kakak kelas, sekarang lu udah berhak ngebully. Soalnya lu ditempatin di pos yang kayaknya emang spesialis bully banget. Pos sesepuh. Dari namanya aja udah bully-able banget.

    Kayaknya lu menikmati banget ya mi. Dan temen-temenmu itu kayaknya juga menikmati. Soalnya kelihatan kejam banget pas ngomong sama adik kelas. Tapi masalahnya kalian pasti punya haters yang banyak pas selesai acara kayak gituan :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. bukan pos pembullyan ini cuma pos evaluasi dan koreksi diri aja. hehehe

      keliatannya mah kejam, tapi sebenerny kita itu baik-baik kok, tapi alhamdullilah juga setalh acara ini malah gak ada adik kelas yang keliatan benci sama kita, mereka malah jadi berperilaku sopan dan baik lagi dihadapan kita dan guru-guru. hehehe

      Hapus
  15. Dari beberapa panitia, kayaknya kak Fahmi yg paling agak lumayan sabar ya? Haha.. Maksudnya gak sadis2 banget gitu sampe ngebentak2...

    Aku sempet tegang + ngakak jg baca pas lg ada yg pingsan. Gotongnya itu kayaknya butuh perjuangan banget.. Haha. Kirain bakalan jatoh, mantep cuy 78kg! :o

    BalasHapus
    Balasan
    1. emang sih gue, waktu di pos sesepuh bukan bertugas sebagai algojo, tapi sebagai penasehat, jadi gak terlihat terlalu kejam banget. hehehe

      abis gotong ajeng naik ke terasering persawahan , berat badan kita langsung turun 3 kg tuh. hahaha

      Hapus
  16. Wuidih gokillll part 61!! Hahaha kayaknya lu nikmatin banget kado senior di pramuka ya. Ntar kalo li lanjut kuliah mulai dari awal lagi jadi junior digodok sama senior. Haha eh tapi Ospek sekarang udah enak sih gak kayak zaman gue dulu. :3

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, kaya gue bekalan ngalamin masa rikarnasi menjadi junior lagi nih.

      Hapus
  17. Wah, pada nyari kesempatan buat bales dendam sama junior. Hahaha. Yah, bener juga, sih. Salah satu alasan senior galak itu selain pengen balas dendam, yaa pengen ngelatih mental juniornya.

    Itu yang namanya Ajeng. Kebayang banget yaak susahnya ngangkat dia. Udah badannya besar, rute yang dilewati juga gak memungkinkan.

    Temen-temennya pada kocak. Ada yang takut kena lumpur, ngelempar air sungai, sama ngangkat sendal tiba-tiba. Hahaha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya itung-itung olag raga juga lahm biar badan kita guat, ngangkat orang yang beratnya 78 kg naikin terasering persawaha, hehehe

      Hapus
  18. galak juga lo jadi senior. gue juga nggak tahu kenapa kalau jadi senior malah jadi galak.

    "MAU NGAPAIN KALIAN KESINI"

    kalau gue sih bakal jawab

    "MAU PULANG!!" terus pulang

    hahaha

    Gue pernah jadi senior tapi gue nggak mau galak2 soalnya takutnya junior cewek takut sama gue eaa

    BalasHapus
  19. Jadi senior emang enak bisa galakin adek kelas ..tapi jgn sampe di luar batas wajar wkwk.
    Kegiatan semacam ini membentuk mental dan kepribadian yang tangguh. Ya sesuai prinsip dasadarma pramuka lah :D
    Foto2nya banyaakk ...
    Pulang2 kulit jadi eksotis tuh secara panas2an.
    Tapi seru (dan capek) nambah pengalaman.

    BalasHapus
  20. Eh buseeet panjang amaaaattt..behehehe..ehh, tapi bagi gue senior yang sok galak dan sok sok gitu nggak banget gitu. pingin pas pulangnya gue cegat terus gue timpuk pake air tajin. wkwkwkw...pajang amat dan masih tenggelam dengan dunia lo bersama teman teman dan alam sekitar. dan sama seperti sebelumnya bikin gue pingin bisa outbond, bikin tenda dan apa saja yang berhubungan dengan alam.
    Tapi, kenapakah Ajeng??

    BalasHapus