Episode : Tim Pemantau Independen (1)

Waktu masa kepengurusan gue, kita pernah mengirim tim petugas independen untuk memantau jalannya pemilu. Ketika itu lagi ada Pilkada Jawa Barat, dan dari LBH KWARDA JABAR (Lembaga Bantuan Hukum Jawa Barat) melaksanakan kegiatan pemantauan Pilkada Gubernur dan wakil Gubernur Jawa Barat.

Hampir di setiap daerah Jawa Barat, kwartir cabang ikut serta mengikuti kagiatan tersebut, dengan menurunkan penegak pramuka dari pangkalan-pangkalannya. Dan dari pangkalan gue (Bukan pangkalan ojeg ya. Tapi istilah di pramukanya adalah sekolahan), kita mengirimkan 5 orang untuk menjadi relawan tim pemantau independen : yaitu : Gue, Evan, Fahri, dan 2 anak kelas X, Genta dan Haris.

Kita sebagai petugas pemantau setiap satu orang, akan ditempatkan di 2 TPS yang berbeda-beda, di TPS ini kita akan memantau dan mengawasi jalannya pemilhan umum, barangkali terjadi kecurangan dalam proses pemilihan yang dapat merugikan pasangan dan pihak lain. Jika ditemukan hal tersebut maka pemantau wajib malaporkan kepada Bawaslu (Badan Pengawasan Pemilhan Umum), dan selain itu, tugas pemantau juga mencatat hasil perolehan suara pada saat proses perhitungan suara, dan yang nantinya akan dikirim langsung ke LBH KWARDA JABAR sebagai quick cound melalui kordinator daerah cabang.

Setelah gue memberikan suara gue di TPS yang gue terdaftar,(Kalau lo berikan suara lo, berarti suara lo habis dong, gak bisa ngomong lagi ?). Bukan itu maksudnya, memberikan suara itu ikut berpartisipasi dalam pemilu, oke deh biar lo paham, gue ikut nyoblos.

Yeah... akhirnya setelah kurang lebih 17 tahun, gue bertanya-tanya. Apa sih yang dilakukan orang-orang ketika masuk ke dalam bilik suara, pake ditutup-tutupin segala, bahkan bilik suaranya ada yang sampe seperti kamar pas, gue curiganya yang bilik suaranya kaya kamar pas ini, orang yang masuk ke dalam bilik itu, di dalam lama sampe 5 menit gak keluar-keluar, dia bukannya nyoblos, tapi lagi nyobain baju. Terus diintipin tuh dari luar sama anak-anak kecil (kaya gue waktu kecil dulu) yang pengen tau apa sih yang dilakuin di bilik suara.

 UN aja yang sama-sama tugas dan rahasia negara, ketika kita jawab soalnya gak sampe ditutupin pake bilik kaya gitu, terus diintipin dari luar sama anak kecil, tapi diintipin sama temen sebelah yang pangen tau jawabannya apa. Dan akhirnya setalah gue 17 tahun, gue bisa merasakan masuk ke dalam bilik suara, dan itu rasanya... gak ada rasanya sih sebenernya, orang bukan makanan kok.

 Oke cukup segitu aja parodi tentang bilik suaranya, kita lanjut lagi ke cerita gue. Ya ini adalah kali pertama gue berpartisipasi dalam pemilu, sebagai WNI yang baik, gue akan memanfaatkan Hak gue untuk memilih, memilih pasangan hidup Pilkada.

Dan setelah gue selesai menyoblos, Jam 9 pagi kita kumpul di posko pemantauan untuk diberikan pengarahan dan mengambil alat perlengkapan kita, dan selanjutnya kita berpencar di TPS kita masing-masing. Ketika itu gue ditempatkan di TPS 32 dan 33, jarak antara kedua TPS ini cukup jauh sekitar 5 KM.

Dari posko pemantau gue meluncur ke TPS 33 dulu yang jaraknya cukup dekat dari posko, gue meluncur dengan menggunakan Rocket Apollo motor. Dengan gagahnya memakai seragam pramuka dan atribut lengkap, gue parkirkan motor gue lalu gue jadi tukang parkir di TPS 33 ini. Eh bukan ding, masa gue udah gagah begini jadi tukang parkir sih (sambil benerin baju sama celana, lupa belum diseleting), tukang parkir mah kerjaan sampingan gue kalau di sekolah, parkirin hati orang. Dan setelah turun dari motor, gue pantau jalannya pemilihan umum di TPS ini dari parkiran motor.

Ketika gue lagi santai sambil duduk di motor, tiba-tiba ada 3 orang bocah SD menghampiri gue, satu orang bocah itu bertanya ke gue,

“A mau camping ya, camping di mana A ?”

Lah ini anak kenapa tiba-tiba nanyain gue mau camping, mentang-mentang gue pake seragam pramuka lengkap dan bawa tas, gue dikira mau camping. Andai aja yang nanya adalah cewe seumuran gue, gue bakal jawab,

“Iya Neng, Aa mau camping, camping di hati Eneng. Diijininkan Neng.” Sikat Pak Haji.

Lalu cewe itu merespon gue “Jangankan camping A, tinggal menetap di hati Eneng, lalu buat rumah untuk kita berdua juga boleh kok.”

Ahay.... sayang itu hanya khayalan gue. Dan gue jawab pertanyaan anak kecil itu,

“Gak Dek, Aa lagi tugas mantau jalannya pilkada.”

Anak ini bilang lagi ke gue “Ooh... udah nyoblos A ?”

Gue bilang “Udah Dek, emang kenapa ?”

Anak ini nanya lagi “Coplos no berapa A ?”

Gue bilang “No 3 Dek.”

Anak ini bilang lagi “Ah Aa mah, nyoblos no 3 jeh. No 3 mah partainya jelek A, bego Aa mah.”

Dalam hati gue bilang “Anjir... gue dibegoin sama anak kecil. Lagian ini anak ngerti apa  tentang politik, badan masih bau kencur kaya gini udah ikutan mengkritisi tentang politik aja, kalau gue gak lagi tugas udah gue pites nih bocah.”

Setelah anak itu bilang gitu ke gue, gue hanya meresponya dengan senyum aja, namanya juga anak-anak, tapi sebenernya gue senyum itu senyum dendam gue pengen jitak tuh anak, yang udah ngatain gue bego. Ketiga anak itu pun pergi meninggal gue, dan menghapiri teman yang lainnya untuk bermain.

Gue mulai beranjak dari parkiran motor untuk melihat suasana pemilu di TPS 33 ini lebih deket lagi, dari pinggir pager TPS gue melihat cukup kondosif juga suasana di TPS ini, tidak ada tanda-tanda mencurigakan, satu persatu warga yang telah menunggu dipanggil namannya oleh ketua TPS untuk masuk kedalam bilik suara dan memberikan suaranya.

Di TPS 33 ini bilik suaranya kaya kamar pas tertutup rapat pake tirai, dan gue harap para warga di sini ketika masuk ke dalam bilik itu, gak sampe lama-lama pake acara nyobain baju segala. Dan ketika gue lihat di belakang bilik suara ada anak-anak kecil yang tadi ngatain gue bego lagi mainan kelereng, dan gue lihat juga ada beberapa anak kecil yang lagi ngintipin bilik suara dari belakang.  

Ngelihat kelakuan mereka yang kaya gitu, gue jadi inget waktu kecil dulu, gue juga pernah ngelakuin kaya mereka. Dan setelah gue pantau jalannya pemilu di TPS ini, gue lihat gak ada tanda-tanda kecurangan yang dapat merugikan pihak lain, kecuali anak-anak kecil itu yang ngintipin bilik suara. Masa iya gue harus raporkan juga anak-anak itu ke BAWASLU, gara-gara mereka ngatain gue bego.

Gue rasa pemilu di TPS 33 ini berjalan dengan lancar, jam 10 lebih gue tinggalkan TPS 33 ini dan mulai meluncur lagi ke TPS 32 untuk melihat keadaan di sana, dengan menaiki motor gue langsung meluncur ke tempat berikutnya.

Sesampai di TPS 32 gue langsung parkirkan motor gue, setelah gue matikan mesin motor dan mau beranjak berjalan masuk ke TPS, 2 ibu-ibu yang mau masuk ke TPS menghampiri gue, salah satu Ibu itu bilang,

“Dek, jaga di sini ya bantuin hansip ?”

Tidak... ledekan apaan lagi yang gue dapet, mentang-mentang gue pake seragam pramuka lengkap gini, gue dikira jadi petugas keamanan yang bantuin hansip untuk berjaga di TPS. Gue jawab dengan halus pertanyaan ibu tadi,

“Oh tidak Bu, saya lagi bertugas sebagai pemantau pilkada yang ditugaskan dari LBH KWARDA JABAR.” Sambil memberikan senyum kepada ibu-ibu ini.

Ibu ini kembali bilang “Oh saya kira, kamu lagi tugas jaga keamanan, kan biasanya pramuka sering diminta bantuan untuk jaga keamanan gitu.”

Ibu yang satu laginya bilang “Dibayar berapa dek, tugas kaya gini ?”

Gue jawab kedua ibu-ibu ini “Ya walaupun tugas utama saya sebagai pemantau, tapi saya juga ditugaskan untuk sekaligus mengamankan jalannya pilkada ini agar berjalan secara lancar dan kondusif. Dan kita juga siap Bu, bila diminta bantuan apapun demi kelancaran pilkada ini. Kalau untuk masalah honor, kita bertugas tidak mengharapkan imbalan Bu, kita tugas disini sesuai dengan hati nurani kita.”

Ibu ini bilang lagi “Oh, jadi relawan gitu ya dek, sukses ya buat tugasnya dek, Ibu masuk ke dalam dulu ya, mau milih.”

Gue balas sambil memberikan senyum “Iya Bu, oh ya silakan Bu.”

Kedua ibu ini masuk ke dalam TPS dan gue mengikutinya dari balakang lalu duduk disalah satu kursi yang ditaruh di luar TPS. TPS 32 ini beda dengan TPS 33, kalau TPS 33 itu tempatnya lapangan luas dan hanya dipasang tenda-tenda buat dijadikan TPS, tapi TPS 32 ini tempatnya di BAPERKAM (Balai Pertemuan Kampung), cukup luas dan adem serta gak kepanasan.

Sambil duduk gue lihat disekiling TPS ini, suasananya ramai lancar (udah kaya arus mudik di jalan pantura aja), gue lihat para warga disini sangat antusias mengikuti pilkada ini, dan suasananya  cukup kondusif serta tidak ada kegaduhan dan anak-anak kecil yang bermain di belakang bilik suara, terus ngintupin dari belakang. Ya bilik suara di TPS 32 ini bentuknya kecil kaya kotak amal yang di pintu masjid, jadi gak ada lagi tuh acara-acara pake nyobain baju segala di dalam bilik.

Salama 1 jam gue duduk di kursi luar sendirian sambil ngeliatin warga-warga masuk ke dalam TPS dan menyampaikan suaranya (kasiah banget sih hidup lo, jomblo sih ya jadi duduk sendiri gak ada yang nemenin), udah deh gak usah bawa-bawa jomblo, bikin gue tambah bete aja. (makannya cari pacar,biar bisa diajak telfonan atau SMSan, biar gak bete). Udah deh diem, gak usah banyak omong, gue laporin BAWASLU lo, udah gangguin gue tugas mantau.

Selama 1 jam gue duduk aja di kursi sambil mantau mantan yang lagi pacaran sama pacar barunya jalannnya pemilihan di TPS ini, dan karena gue udah mulai bete juga disini. Gue cabut lagi dari sini ke TPS 33, untuk melihat keadaan di sana.

Bersambung...

12 komentar:

  1. keren pengalamannya, ternyata anak kecil suka ngintipin, hehe... Kayaknya dulu waktu pemilu, gue juga pernah diajak orangtua ke tps. Padahal gue pengen banget jari kelingking jadi warna ungu, setelah lihat ibu gue jarinya ungu, kayaknya dulu kelihatan keren gitu. Namanya juga anak-anak, wkwk. Keren nggak ada imbalannya, tapi dikasih makan nggak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya waktu kecil jiga gue heran kenapa setalah nyoblos jari kita dicelupin ke tinta.
      kalau makan mah dikasih.

      Hapus
  2. Masa kecil kita sama, penasaran apa sih yang dilakuin sama orang dewasa di bilik suara. Habis nyoblos mereka nyelupin tinta ungu. Kan waktu itu masih sd tuh ada temen yg ikut nyoblos terus ngikut nyelupin jarinha di tinta ungu langsung jadi bahan obrolan di kelas katanya keren gitu

    Ditunggu sambungannya ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Temen yang ikut ortunya maksudku

      Hapus
    2. Ciye samaan hahaha. tapi lo gak sampe ngintipin bilik suara dari belakang kan ?
      lo juga tar tar taun depan bakalan rasain gimana rasanya masuk bilik suara.

      Hapus
  3. Hahaha, pertama dikatain bego masalah politik sama anak kecil, terus dibilang hansip sama ibu-ibu, yang sabar ya, hidup emang kadang penuh cobaan :P

    Gue juga pernah jadi pengawas pemilu, tapi bukan disuruh LBH Kwarda, disuruh guru PKN pas SMP. Soalnya waktu itu pas banget sama pemilihan bupati, jadi deh sekalian kami ditugasi bikin laporan tentang pemilihan tersebut di daerah masing-masing.

    Oh iya, itu lu pas pemilu apaan nyoblosnya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya hidup ini penuh dengan cobaan, dan kita mesti tabah dalam menjalaninya

      wah hebat juga lo, kalau tugas PKN gue mah gak pernah suruh ikutan kaya gituan.

      hahaha mau tau ajua nih, Rahasia negara itu mah :D

      Hapus
  4. Ciyee suka penasaran sampe harus ngintip2 gitu. :D Semoga aja, gak kebawa sampe sekarang. :D

    Gue juga pernah diajak ke TPS. Tapi entah kenapa gue males banget ikutan. Mending nonton Doraemon. "Gue ngerasa lemah."

    Gue juga sempet heran, kenapa pulang TPS, semua jari orang tua gue pada ungu gitu. Dengan begonya gue nanya "Bu, ibu nelen pena, ya?" :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha gak kok pangeran sekarang mah udah gak ngintipin bilik suara lagi, kan udah tau. tapi sekarang malah ngintipin cewe lagi mandi. :D bercanda.

      film doraemon waktu kecil emang gak ada yang bisa nandingin.

      gue malah kira, jari nya pada ungu karena ke jepit pintu bilik suara.

      Hapus
  5. Jiah...dikira petugas keamanan wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya untungnya di bilang petugas keamanan doang, gak sampe dibilang petugas sedot WC. :D

      Hapus
  6. Pramuka memang punya tugas berkaitan langsung dengan kehidupan bermasyarakat. Ini yang gue suka. Seperti wajib militier gitu. ya enggak sih. Pemantauwan pemilu juga mnjadi salah satu tugas anggota pramuka. Gue jadi nyesel dulu malah ikut eskul PMR. Hiks!

    Pengalaman yang berharga tuh menjadi pengawas begitu. Tapi lo harus sabar yah. namanya juga volunter, kerja dengan tanpa dibayar, kadang ada aja yang nyakitin kayak dibilang bego sama dikira tukang parkir. Tapi jiwa seorang kesatria pasti kebal dengan begituan.

    BalasHapus