Episode : Bukan karena prioritas atau pilihan, tapi karena tujuan.



Di kelas XI gue memilih program jurusan social (IPS) bersama dengan Akri, Lia, dan Sekar yang berasal dari kelas X 11, ya temen-teman kelas X gue dari 31 siswa kebanyakan mereka memilih program jurusan Science (IPA) ketimbang Social (IPS). Menurut pendapat beberapa orang, katanya kalau jurusan social itu kerjaannya santai-santai doang, pelajaranya kurang menggairahkan, bahkan bisa dibilang masa depannya suram.

Ya di sekolah gue ini agak sedikit diskriminasi dengan kedua jurusan ini, rata-rata dari 352 siswa kelas X yang akan melanjutkan ke kelas XI, mereka lebih banyak memilih jurusan IPA ketimbang IPS, karena sesuatu hal yang mungkin image mereka kalau IPS masih dianggap kelompok siswa buangan dan miliki masa depan suram.

Kata-kata tersebut pernah gue denger dari salah guru pelajaran fisika. Ketika itu gue masih kelas X, di kelas kita lagi dimarahin oleh guru tersebut karena nilai ulangan fisika sekelas yang lulus Cuma 1 orang, yang lainnya remed semua, beliau bilang

“kalian ini udah mau naik kelas XI, tapi masih santai-santai aja kerjaannya, ulangan harian terakhir, sekelas masa yang lulus Cuma 1 orang, yang lainnya remed semua. Kalian sih kalau ibu ngajar ngasih materi, belajarnya gak pernah serius kebanyakan ngobrol sendiri. Kalau nilai fisika kalian gaya gini terus, ibu gak jamin kalian bisa masuk jurusan IPA, kalau kalian materi dasarnya aja gak tau, kalian di kelas XI gak bisa ngikutin pelajaran fisika. Kalau kaya gini terus apa kalian mau tar kelas XI masuk jurusan IPS, yang kata orang-orang kelas buangan dan masa depannya suram.”

Omongan yang barusan gue gak tau ya, apa itu bentuk salah satu rasis yang mendiskriminasikan anak IPS, atau sebuah nasehat motivasi biar kita lebih giat lagi belajar fisikanya. Tapi gue beranggapan itu sebuah nasehat motivasi yang diberikan oleh guru agar lebih giat lagi dalam pelajar, ya walaupun gue sekarang sebagai anak IPS cukup sakit hati juga setelah dibilang begitu.

 Teman seangkatan gue banyak yang masuk IPA dan itu terbukti di kelas XI, untuk program IPA dibuka sampai 9 kelas, yang setiap kelasnya menampung max 32 siswa. Sedangkan untuk program IPS hanya dibuka 2 kelas, yang setiap kelasnya hanya menampung max 22 siswa. Dan itu berarti dari 352 siswa hanya 44 siswa yang masuk program IPS.

Bisa dibilang anak-anak IPS di sekolah gue ini anak-anak pililhan, kelas eksklusif. Karena dari setiap tahunnya kelas IPS hanya dibuka 2 kelas dan jumlah siswanya gak lebih dari 44 orang. Dan ketika pembagian rapot semester akhir di kelas X ,gue lihat beberapa teman gue merasa senang kegirangan, melihat di buku rapotnya tercantum tulisan

“Anda naik ke kelas XI di program IPA”,

Memang beberapa minggu sebelumnya banyak teman-teman gue yang maresa galau serta gelisah karena takut dan gak mau masuk program IPS. Padahal ada beberapa dari temen gue juga dari hasil psikotesnya disarankan untuk masuk IPS, tapi mereka ketika pemilihan minat dan bakat mereka kekeh mau masuk ke IPA.

Berbeda dengan gue, Akri, Lia dan Sekar. Gue dan Akri dari hasil psikotes memang disarankan untuk masuk jurusan IPS, si Akri memang udah punya niat dan berencana akan masuk program IPS. Gue memang waktu sebelum tes psikotes gue berharap bisa masuk jurusan IPA karena cita-cita gue ketika itu ingin manjadi dokter cinta.

 Ya satu syarat untuk menjadi dokter udah gue buktikan dari tulisan tangan gue yang gak jelas dan gak kebaca (lebih tepatnya jelek), tapi setelah gue tahu dari hasil psikotes ternyata minat dan bagat gue ini adanya di program IPS. Dari hasil psikotes gue lemah dibidang logika matematik dan gue lebih menonjol dibidang visual dan spasial serta kinestik.

 Ya memang gue gak suka menghitung yang ribet-ribet dangen berbagai macam rumus, gue lebih suka membaca dan mengfahal, jika gue memaksakan untuk masuk jurusan IPA, jangankan untuk menjadi dokter untuk mengikuti pelajaranya aja gue kayanya gak kesampean. Dan mulai dari situ gue sadar dan berniat akan melajutkan ke program IPS dan merelakan cita-cita gue itu dan mengreset kembali cita-cita gue untuk menjadi seorang pengusaha.

Sedangkan Lia dan Sekar dari hasil psikotes, mereka bisa masuk mana aja mau IPA atau IPS, kerena mereka memiliki peluang yang sama dikedua jurusan ini, ya walaupun si Sekar lebih disarankan untuk masuk ke jurusan IPA, tapi ketika peminatan mereka berdua malah lebih memilih IPS.  Ya bagi kita berempat kita masuk ke program IPS itu bukan karena suatu prioritas atuapun pilihan, tapi kita masuk IPS itu karena kita mempunyai tujuan.

Ketika gue mendapat surat pemberitahuan libur kenaikan kelas, yang menginformasikan tentang batas waktu liburan dan beberapa hal yang perlu diperingati. Ada satu peringatan bagi gue yang membuat sakit hati, Yaitu peringatan tentang :

ΓΌ  Bagi siswa yang mendapatkan program jurusan IPA jangan terlalu bersenang diri, dan teruslah berikan semangat dan motivasi kepada temannya yang mendapatkan program IPS.


Lah maksudnya apa ini ? bentuk diskriminasi apa lagi. Kok ketika gue baca kayanya terlalu merendahkan sekali kepada anak-anak yang mendapatkan program IPS.

Tapi gue bukannya sombong atau gak perlu dukungan dan motivasi dari teman-teman gue ya. Kita disini itu sesuai dengan isi hati dan tujuan kita, bukan karena kegagalan. Walaupun di luar sana masih ada yang beranggapan kalau anak-anak IPS itu anak-anak buangan yang kerjaannya santai-santai aja, brandal, dan bahkan dibilang masa depannya suram. Tapi kita tidak memperdulikan itu semua, karena kita disini mempunyai tujuan.

Oke deh cukup segini aja diskripsi tentang IPS, kalau gue gambarin tentang anak IPS dan beberapa opini tentang jurusan IPS, bisa-bisa gue kabawa emosi sampe gue buat petisi tentang IPS.

 Kalau gitu kayanya cerita “Bukan tulisan tangan” gue gak bakalan selesai-selesai nih. Kalau lo pengen tau dunia anak IPS itu kaya gimana, gue harap lo baca terus aja cerita “Bukan tulisan tangan” gue, tar bakalan gue ceritain serunya jadi anak IPS itu kaya gimana Hehehe.


Dan bagi gue semua pelajaran itu penting entah itu dari jurusan program IPA atau IPS, semuanya itu akan berguna bagi kita kelak dikemudian hari.

Bersambung...

9 komentar:

  1. Oke gue tungguin kelanjutannya. Bener banget semua yang namanya pelajaran, ilmu itu emang penting.

    BalasHapus
  2. kalau dulu disekolahku kebalikannya mas,justru program IPA yang sedikit cuma 2 kelas :)

    BalasHapus
  3. Bener kata lu, bro. Semua pelajaran jelas penting. Entah itu yang dipakai atau enggak. Semuanya tergolong penting dalam menunjung pengetahuan kita.

    Gue juga dulu ngerasa jurusan IPA gak mampu. Tapi, disisi lain. Ternyata nilai fisika gue bagus. Ahh, gue seneng bangetlah. :D

    Memilih itu penting. Tapi tidak untuk ilmu. -Heru Arya-

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya bro jangan pernah remehkan pelajaran sekecil dan semudah apapun karena,kerana suata saat pasti akan berguna bagi kita

      wah qoutenya mantep nih :)

      Hapus
  4. Itu namanya kriminalisasi anak IPS, gak semua anak IPA pinter kaya lo haha yang jelas semua jurusan itu penting, buat apa masuk IPA kalau gak fokus, apalagi sampe gak mudeng.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya banyak juga anak-anak IPA ketika kuliah pindah ke lain hati :D

      Hapus
  5. Beh tulisannya enak dibaca dan ramah lingkungan :). jangan lupa mampir blog angker saya ya * ;( *
    http://www.alfskh.com.. lagi blog walking kakak.. mohon bantuannya ya.. makasih :)

    BalasHapus